Al-Ghazālī, juga dieja al-Ghazzālī, lengkapnya Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad al-Ṭūsī al-Ghazālī, (lahir 1058, s, Iran — meninggal 18 Desember 1111, s), beliau adalah teolog Muslim dan sekaligus mistikus terkenal spanjang masa, dimana beberapa karya besarnya ialah: Iḥyāʾ Ulūm al-dīnIḥyāʾ ulūm al-dn (“Kebangkitan Ilmu-ilmu Agama”), menjadikan tasawuf (mistisisme Islam) sebagai bagian yang dapat diterima dari Islam ortodoks.
Adapaun dalam proses menuju sebuah kebenaran, sang hujjatul islam ini melewati beberapa tahapan untuk mencapai sebuah kebenaran, tahapan tersebut ada 3 yakni: Empirisme, Rasionalisme Skeptis dan Intuisionisme.
1. Empirisme
Pada tahap pertama, hal yang di anggap sebagai kebenaran oleh Al-Ghazālī adalah Empirisme. Beliau menganggap ‘Segala apa yang terlihat adalah benar adanya’.
Empirisme sendiri dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), dan David Hume (1711-1776)
Thomas Hobbes Mengatakan bahwa apa yang kamu alami selama ini adalah faktor utama mencapai suatu pengetahuan, tanpanya kamu tidak bisa mengenal apa-apa yang berada di dunia ini
John Locke Mengatakan: entah kamu percaya atau tidak bahwa mata diciptakan untuk melihat dan akal diciptakan untuk mencrna apa yang telah kamu lihat
David Hume Mengatakan Pengalaman lah dasar dari segala pengtahuan, kamu tidak bisa menemukan sebuah kebenaran tanpa pengalaman itu sendiri
Dan seiring berjalannya waktu Al-Ghazālī menemukan sebuah kesalahan dari Empirisme. Beliau melihat bahwa apa yang ada di balik pintu rumah tidaklah bisa di lihat oleh mata, bagaimana bisa saya menemukan apa kebenaran yang adam dibalik pintu tersebut sedang aku tidak bisa melihatnya